Selasa, 20 November 2018

‘A’ Home Team: Home Team dengan Grade “A” Ala Bu Septi dan Pak Dodik

            Alhamdulillah… Ahad tanggal 11 November lalu Allah memberikanku kesempatan bisa hadir di seminar IIP Aceh bersama Bu Septi dan Pak Dodik di Banda Aceh.  Tentu kesempatan belajar ini tak lepas dari andil suami tersayang yang memberikan izin, rela berganti peran menemani Ahnaf dan Harits, serta tak lupa memberikan ongkos belajar, hehe..
Jauh sebelum hari seminar tiba, aku sudah sangat excited.  Aku sangat penasaran dengan sosok Bu Septi, bagaimana beliau berbicara, menyampaikan materi, intonasi, gesture tubuh beliau, dsb.  Karena itulah saat seminar aku sengaja duduk di barisan terdepan yang paling memungkinkan agar puas menyerap ilmu dari beliau.
Bu Septi mendapat giliran pertama untuk berbicara dan di awal penyampaian, beliau menampilkan dua buah gambar. 
Yang satu adalah gambar kerumunan di pasar dan yang satu lagi adalah gambar tim “Barcelona” yang sedang merayakan kemenangan.  Yang satu adalah gambar kerumunan dan yang satu lagi adalah tim.  Perbedaannya, tim memiliki tujuan bersama, tata nilai bersama, gerak yang terkoordinasi, dan yang tak kalah penting adalah saling berkomunikasi.  Hayooo… Keluarga kita masuk kelompok yang mana, ya, lebih mirip kerumunan atau tim?  Jujur, komunikasi ini masih menjadi PR tersendiri bagi keluarga kami, terutama aku yang jika ngambek cenderung diam dan enggan berkomunikasi.  Bu Septi menekankan, sebuah tim akan menggunakan kata ‘kita’, bukan lagi ‘aku’ atau ‘kamu’.  Jadi jika masih ada yang mengatakan, misalnya, “Ya udah, aku ngalah”, itu belum lah sebuah tim. 
Kemudian, Bu Septi memancing peserta dengan pertanyaan, “Apakah Anda yakin sudah menikahi orang yang hebat?”.  Peserta dipersilahkan menjawab berpasangan. Tentu saja peserta yang datang bersama suami/ istri berpasangan dengan pasangan masing-masing.  Sesi ini membuatku sedikit menyesal tidak mengajak Ayah Ahnaf ikut.  Setelah aku dan suami mengikuti PSPA bersama Abah Ihsan setahun yang lalu, belum ada momen intim kami belajar bersama lagi rasanya.  Haha.. Dan dari pertanyaan ini aku menyadari, Alhamdulillah aku lebih banyak menemukan kehebatan Ayah Ahnaf setelah hampir 5 tahun pernikahan dibandingkan saat awal menikah dulu.  Malu rasanya mengingat saat awal pernikahan dahulu aku banyak menuntut agar ini dan itu pada suami, padahal kekurangan diri ini banyak sekali.  Bu Septi juga mengingatkan agar membandingkan keluarga atau pasangan kita dengan keadaan keluarga atau pasangan kita beberapa waktu yang lalu, jangan membandingkan dengan keluarga atau pasangan lain.
Penuturan Bu  Septi tentang bagaimana Pak Dodik mendidik beliau menjadi seperti sekarang dan bagaimana beliau menjadi imam di keluarga membuatku takjub.  Salah satu perumpamaan Pak Dodik yang diceritakan Bu Septi kurang lebih begini, “Menikah itu seperti naik bahtera.  Kapal akan berlayar jika ada angin dan ombak, maka siapkan timnya agar kapal berlayar sampai ke tujuan. Jika tak sanggup menghadapi angin dan ombak, maka tak usah berlayar.  Silahkan saja duduk-duduk di pinggir pantai sambil menikmati air kelapa.  Tapi jangan iri jika nanti melihat kapal lain telah berlayar mengelilingi berbagai tempat”.  Ya, ternyata memang dalam pernikahan, angin dan ombak sangat dibutuhkan untuk membuat kapal berlayar!
Sesi selanjutnya adalah giliran Pak Dodik.  Uniknya, beliau hanya berbicara beberapa patah kata, kemudian langsung mempersilahkan peserta menyampaikan pertanyaan.  Pak Dodik menekankan mantra ‘A’ Home Team yang harus dilakukan , yaitu: banyak-banyak main bersama, banyak-banyak ngobrol bersama dan banyak-banyak beraktivitas bersama.  Ini memang tantangan keluarga di era milenial sekarang, di mana terdapat gadget  yang konon dapat mendekatkan yang jauh dan menjaukan yang dekat.  Menurut penalaranku, mantra Pak Dodik ini bermakna serupa dengan '1821 kumpul keluarganya Abah Ihsan', yaitu belajar, bermain dan bicara.  Prinsip yang sederhana namun sering dilupakan orang tua zaman now.  Dengan 3 mantra ini, insyaAllah keluarga kita akan lebih mudah menemukan visi yang disepakati bersama dan membuat milestone bersama.
Sebagaimana disampaikan Pak Dodik, yakinlah bahwa pasangan kita adalah pasangan yang hebat, yakinlah bahwa kita telah melahirkan anak-anak hebat, kemudian buatlah indikator sukses ala keluarga kita sendiri.  Nah, jika kita telah membuat indikator sukses ala keluarga sendiri dan rutin melakukan evaluasi, maka keluarga kita akan sibuk meningkatkan kualitas diri dan melupakan hal tak penting lainnya.  Jangan lupa agar selalu bergantung dan memohon pada Allah agar keluarga kita yang masih tertatih belajar ini selalu on the track, berada dalam ridho dan cintaNya.  Sirah Nabawiyah telah mengajarkan kita ‘A’ Home Team pada zaman Rasulullah dan sahabat sebagaimana terdapat dalam rumah tangga Nabi Muhammad saw, rumah tangga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah , Abu Thalhah dan Ummu Sulaim serta para sahabat mulia lainnya.  Zaman ini kita bisa melihat ‘A’ Home Team ala Bu Septi dan Pak Dodik, maka seperti apa ‘A’ Home Team ala keluarga kita?

#RumbelMenulisIPAceh
#KamisMenulis
#AHomeTeam

1 komentar:

  1. Luar biasa, kentara sekali jiwa pembelajar Bunda yang satu ini. Terima kasih sudah mau membagi tentang seminar kemarin ya, semoga bisa diamalkan seluruh keluarga. Menjadi sebuah Tim!

    BalasHapus

Comments:

Entri yang Diunggulkan

Saling mengingatkan pada kebaikan

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman ...