“Brrrmmm…!!.” Suara mesin
mobil dihidupkan diringi suara pagar dIbuka menyentak membangunkan tidurku. Aku yang saat itu masih kecil, berlari menuju
pintu depan sambil menangis, merengek agar Ayah tak pergi. Tak ingat berapa umurku saat itu. Yang jelas kejadian ini selalu berulang setiap minggu, terekam dalam memori masa kecilku
.
Setiap senin dini hari, Ayah akan
menghidupkan mesin mobil, membuka pagar rumah dan berangkat ke kota lain. Ya, Ayah berkerja di kota lain dengan jarak lebih kurang 3 jam dari rumah. Aku, Ibu
dan adik-adik tetap di sini. Lazimnya, Ayah
akan kembali Sabtu siang berkumpul bersama kami. Kami menjalani kehidupan seperti ini selama
lebih kurang 12 tahun sebelum akhirnya Ayah memboyong kami bersama.
Hampir seluruh masa kanak-kanak
kuhabiskan jauh dari Ayah. Namun, Alhamdulillah
tak pernah aku merasa kekurangan limpahan kasih sayang dan perhatian dari sosok
Ayah. Memori masa kecilku penuh dengan kenangan-kenangan
indah bersama Ayah. Ayah selalu
mengizinkanku dan adik bermain hujan (mandi hujan) di saat Ibu enggan
memberikan izin. Ayah lah yang mengajariku
mengendarai sepeda roda dua. Jatuh
terluka dan bangkit kembali kupelajari dari Ayah. Hal ini bahkan berlanjut sampai dewasa ketika
bersama Ayah lah aku paling nyaman belajar mengendarai sepeda motor dan mobil.
Meski hanya bertemu 2 hari sepekan
tidak membuat Ayah menyerahkan urusan pendidikan kami sepenuhnya pada Ibu. Ayahku adalah Ayah yang berusaha menjaga diri
dan keluarganya dari api neraka. Masih
kuingat betapa dulu Ayah adalah yang paling sering menanyakan shalatku. Dan masih tersimpan dalam memori masa kecilku
ketika Ayah marah karena aku berbohong mengatakan aku sudah shalat, padahal
belum.
Ayahku adalah abdi negara, abdi masyarakat. Berkumpul bersama Ayah dalam satu atap
setelah 12 tahun tinggal di kota yang berbeda, membuatku melihat kesIbukan Ayah
selama ini. Pergi pagi pulang sore,
terkadang sampai malam tak kunjung tiba.
Semakin tinggi karir Ayah semakin tinggi pula kesibukan beliau. Kami telah biasa ditinggal Ayah kerja saat hari libur,
atau bahkan tengah malam ketika ada telepon mengabarkan terjadi bencana atau
kemalangan di kota. Hingga suatu saat
aku menyadari bahwa Ayah bukan hanya milikku tapi juga milik masyarakat kota
ini.
Di tengah kesibukan Ayah pun,
Alhamdulillah aku tetap tak merasa kehilangan sosok Ayah. Ayah selalu menjadi sosok panutan dengan
kejujuran dan teguh pendiriannya. Ayah
selalu mengajarkan kami untuk selalu bergantung pada Allah, bukan yang lain.
Bahkan sampai hari ini pun pesan dan nasihat Ayah mampu menentramkanku kala
kegalauan melanda.
Pernah, suatu ketika aku menginap di
rumah Ayah dan Ibu. Saat itu aku telah menikah,
memiliki bayi dan berdomisili di kota lain.
Itu adalah masa-masa di mana Ayah paling sibuk. Lebih kurang pukul 1 malam, di tengah kantuk ketika
tengah menyusui bayi, aku mendengar bunyi pintu garasi terbuka dan membatin “Oh
Ayah telah pulang”. Pukul 4 dini hari
aku terbangun kembali dan mendengar suara-suara di luar kamar. Ternyata Ayah yang di luar, shalat tahajud.
Wajar bagiku yang waktu itu sedang
menyusui bayi ASI ekslusif untuk terbangun pada malam dan dini hari. Tapi Ayah? Tak dapat kubayangkan betapa lelahnya Ayah saat
pulang pukul 1 malam, dan ternyata pukul 4 telah berdiri lagi untuk shalat
malam. Dan kudengar lagi dari balik
pintu kamarku, ternyata Ayah melanjutkan shalatnya dengan membaca Al Qur’an, sebelum
kudengar lagi pintu garasi terbuka menandakan Ayah berangkat shalat subuh ke
mesjid. Dan kuamati selama menginap, itu
tidak hanya terjadi satu malam, tapi juga malam-malam berikutnya. Kupikir, di sanalah sumber energi Ayah
menghadapi segala bentuk masalah, yang hampir tiap hari datang menyinggahi. Ya, dibanding orang biasa seperti aku, Ayah
dan Ibu selalu memiliki segudang masalah untuk dihadapi. Tak ubahnya ikan-ikan laut yang tetap segar
tiba di daratan, karena dimasukkan nelayan ke dalam tangki bersama hiu-hiu
kecil yang selalu mengejar.
Di usia sekarang, sudah sepatutnya Ayah bersantai, menikmati lebih jauh keintiman beribadah kepada Allah swt serta
bermain bersama cucu-cucu. Tak perlu
lagi Ayah menghabiskan dana, tenaga maupun pikiran untuk orang banyak.
Tapi Ayah adalah ayah yang selalu mengajariku
dan adik-adik untuk selalu meneladani Nabi Muhammad saw. Rasulullah pun menapaki hari tua dengan tetap tidak beristirahat, beliau tetap dalam kesibukan mengurus umat. Semoga Allah swt selalu
menjaga, melindungi dan menyayangi Ayah yang selalu mennjadi teladan dalam
kesabaran, kejujuran, kerja keras dan keihklasan. Aamiin..
#RumbelMenulis IPAceh
#KamisMenulis